Sinopsis cerita
Khawatir dengan pengalaman pertemuannya dengan Voldemort di Kementerian Sihir, Harry Potter merasa enggan untuk kembali ke Hogwarts. Dumbledore mendorongnya untuk kembali, setelah mengajaknya untuk menemui seorang mantan guru Hogwarts, Horace Slughorn. Dengan bantuan Harry, ia berhasil membujuk Slughorn agar mau kembali mengajar di Hogwarts.
Sementara itu, Pelahap Maut mulai menimbulkan kerusakan baik di kalangan Muggle (masyarakat manusia biasa non-sihir) maupun Penyihir. Mereka menghancurkan Jembatan Millennium serta menculik pembuat tongkat sihir Mr. Ollivander dan menghancurkan tokonya di Diagon Alley.
Bellatrix Lestrange berhasil membujuk Severus Snape untuk melakukan Sumpah Tak Terlanggar dengan ibu Draco Malfoy, Narcissa. Sumpah ini memastikan agar Snape melindungi Draco dan menyelesaikan tugas yang diberikan Voldemort kepada Draco, jika Draco gagal melakukannya.
Harry, Ron, dan Hermione, ketika sedang berada di Diagon Alley, mengikuti lalu melihat Draco memeasuki toko Borgin and Burkes dan mengambil bagian dalam sebuah ritual bersama kelompok Pelahap Maut. Selanjutnya, ketiga sahabat ini terus mewaspadai tindak-tanduk Draco.
Di Hogwarts, sekolah diamankan secara ketat baik oleh pihak sekolah maupun Kementerian Sihir untuk memastikan agar Pelahap Maut tidak dapat mendekati sekolah tersebut. Dengan kembalinya Slughorn mengajar Ramuan, Snape kini mendapatkan posisi untuk mengajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Profesor McGonagall mendorong Harry dan Ron untuk mengambil kelas Ramuan, yang kini diajar Slughorn yang mau menerima siswa dengan nilai OWL yang lebih rendah. Harry dan Ron, yang tidak membeli buku teks karena tidak menduga bahwa mereka dapat mengambil kelas itu, dipinjami buku teksnya dari kelas Ramuan.
Buku pinjaman Harry sudah dibubuhi tulisan-tulisan petunjuk yang lebih tepat untuk membuat ramuan dan mantra-mantra lain, dan dengan segera membuat Harry menjadi siswa Ramuan nomor satu melebihi siswa lainnya di kelasnya. Harry menemukan di sampulnya bahwa buku itu pernah dimiliki oleh “Pangeran Berdarah-Campuran”. Hermione mencari di perpustakaan namun tidak dapat menemukan apa-apa mengenai nama ini. Setelah mengikuti petunjuk tulisan ‘Pangeran Berdarah-Campuran’, Harry kemudian berhasil memenangkan hadiah cairan keberuntungan, Felix Felicis, dari Profesor Slughorn karena keberhasilannya membuat sebuah ramuan yang sangat sulit.
Ketika akan mengikuti pertandingan Quidditch, Ron merasa gugup. Harry berbuat seolah-olah ia menambahkan cairan keberutungan ke minuman Ron, untuk menaikkan kepercayaan diri Ron. Akibatnya, Ron sukses besar menjadi kiper Quidditch dari tim Gryffindor, dan mendapatkan cinta Lavender Brown. Keduanya berciuman di pesta perayaan kemenangan Gryffindor di Ruang Rekreasi. Hermione yang melihat ini, lari meninggalkan ruangan itu sambil menangis, diikuti oleh Harry. Kepada Harry, Hermione mengakui bahwa ia memiliki perasaan kepada Ron dan mengerti bagaimana perasaan Harry ketika Ginny, yang ditaksirnya, berciuman dengan Dean Thomas.
Dumbledore mengungkapkan memori Tom Riddle—nama asli Voldemort—melalui Pensieve kepada Harry, juga memori Slughorn di mana Riddle menanyakan mengenai suatu Sihir Hitam. Sayangnya memori itu telah diubah Slughorn sehingga tidak diketahui sihir hitam apa yang dibicarakan Slughorn dengan Riddle. Dumbledore mengatakan bahwa Slughorn mungkin takut akan konsekuensinya jika pembicaraan ini terungkap. Dumbledore juga percaya bahwa jika Sihir Hitam yang dibicarakan ini terungkap, maka mereka akan memiliki jalan untuk mengalahkan Voldemort. Karenanya, Dumbledore menyuruh Harry untuk berusaha mendekati Slughorn supaya akhirnya ia mau memberikan memori yang asli.
Dengan menggunakan cairan keberuntungan Felix Felicis yang dimenangkannya pada awal tahun masuk sekolah, Harry ‘secara beruntung’ berhasil mempertemukan Slughorn dengan Hagrid. Keduanya mabuk setelah upacara penguburan laba-laba raksasa Aragog milik Hagrid, dan Harry berhasil membujuk dan meyakinkan Slughorn untuk memberikan memori yang sesungguhnya.
Memori ini mengungkapkan bahwa Riddle menanyakan mengenai Horcrux, sebuah cara dalam Sihir Hitam untuk membagi jiwa ke dalam Horcrux sehingga pembuatnya tidak dapat mati selama Horcruxnya tidak dihancurkan. Dumbledore mengungkapkan bahwa Buku Harian Riddle (yang dihancurkan Harry pada buku kedua) dan sebuah Cincin milik ibu Voldemort adalah dua dari keenam Horcrux yang dibuat Riddle. Mereka harus mencari seluruh Horcrux dan menghancurkan semuanya supaya Voldemort dapat dikalahkan.
Harry kemudian semakin mencurigai tindak-tanduk Draco, mengikutinya di sekolah, tapi gagal untuk mengetahui apa yang direncanakan oleh Draco. Harry percaya bahwa Draco ada dibalik dua upaya untuk membahayakan hidup Dumbledore: yang pertama melalui kalung mematikan yang dititipkan oleh entah siapa kepada Katie Bell (di bawah Kutukan Imperius) untuk diberikan kepada Dumbledore sebagai hadiah; yang kedua melalui sebuah botol minuman Mead beracun yang hendak dihadiahkan Slughorn, juga terkena kutukan yang sama, kepada Dumbledore. Kejadian yang kedua ini diketahui secara tidak sengaja ketika minuman itu diminum oleh Ron.
Film ini diakhiri dengan ketiga sahabat itu melihat Fawkes, burung Phoenix milik Dumbledore, terbang menjauh dari batas sekolah Hogwarts.
Senin, 12 Desember 2011
Artikel Film Winnie The Pooh
Diceritakan kisah klasik dari Winnie the Pooh.
Piglet duduk di belakang Pooh.
“Pooh”, bisiknya.
“Ya, Piglet?”
“Tidak apa-apa”, kata Piglet sambil memegang tangan Pooh. “Aku cuma ingin memastikan itu kamu”.
Sebuah hubungan persahabatan penting bagi Piglet. Dia memastikan keberadaan Pooh untuk membuatnya merasa aman dan tentram.
Seorang sahabat kadang hanya membutuhkan kehadiran Anda untuk membuatnya merasa aman, tentram dan bahagia. Dengan duduk bersama, berbincang ringan, dan tertawa bersama hal itu sudah menjadi berkat yang sangat besar bagi seorang sahabat.
Namun ditengah kesibukan hidup saat ini, seringkali banyak orang telah melupakan untuk meluangkan waktu bagi teman dan sahabatnya bahkan bagi keluarganya. Di sudut-sudut ruangan hati sahabat Anda, dia berseru betapa rindunya ia akan waktu-waktu bersama seperti yang pernah Anda luangkan bersamanya dulu.
Waktu adalah investasi yang tidak ternilai harganya. Seorang yang sukses menginvestasikan waktunya pada hal-hal terpenting bagi hidupnya. Apakah ada yang lebih penting dari sahabat, teman dan keluarga Anda?
Sebuah kata-kata bijak berkata, “Tidak seorangpun pada akhir hidupnya berkata bahwa dia menyesali karena kurang menghabiskan waktu lebih banyak di kantornya, namun mereka menyesal karena kurang memberi waktu bagi orang-orang yang dikasihinya.”
Jika Anda saat ini sedang sibuk, berhentilah sejenak. Sapa rekan Anda, atau sahabat Anda yang sudah lama sekali Anda tidak hubungi atau temui. Tanyakan kabarnya, dan sampaikan kata-kata penguatan padanya. Mungkin saja, dengan melakukan ini Anda telah menyelamatkan hidup seseorang.
Piglet duduk di belakang Pooh.
“Pooh”, bisiknya.
“Ya, Piglet?”
“Tidak apa-apa”, kata Piglet sambil memegang tangan Pooh. “Aku cuma ingin memastikan itu kamu”.
Sebuah hubungan persahabatan penting bagi Piglet. Dia memastikan keberadaan Pooh untuk membuatnya merasa aman dan tentram.
Seorang sahabat kadang hanya membutuhkan kehadiran Anda untuk membuatnya merasa aman, tentram dan bahagia. Dengan duduk bersama, berbincang ringan, dan tertawa bersama hal itu sudah menjadi berkat yang sangat besar bagi seorang sahabat.
Namun ditengah kesibukan hidup saat ini, seringkali banyak orang telah melupakan untuk meluangkan waktu bagi teman dan sahabatnya bahkan bagi keluarganya. Di sudut-sudut ruangan hati sahabat Anda, dia berseru betapa rindunya ia akan waktu-waktu bersama seperti yang pernah Anda luangkan bersamanya dulu.
Waktu adalah investasi yang tidak ternilai harganya. Seorang yang sukses menginvestasikan waktunya pada hal-hal terpenting bagi hidupnya. Apakah ada yang lebih penting dari sahabat, teman dan keluarga Anda?
Sebuah kata-kata bijak berkata, “Tidak seorangpun pada akhir hidupnya berkata bahwa dia menyesali karena kurang menghabiskan waktu lebih banyak di kantornya, namun mereka menyesal karena kurang memberi waktu bagi orang-orang yang dikasihinya.”
Jika Anda saat ini sedang sibuk, berhentilah sejenak. Sapa rekan Anda, atau sahabat Anda yang sudah lama sekali Anda tidak hubungi atau temui. Tanyakan kabarnya, dan sampaikan kata-kata penguatan padanya. Mungkin saja, dengan melakukan ini Anda telah menyelamatkan hidup seseorang.
Artikel Film KNOWING
Knowing adalah film pertama yang membuat Saya ingin terus mencari tahu sesuatu di balik ceritanya sejak The Dark Knight tahun lalu—dimana Saya terus mempelajari psikologi balik The Dark Knight. Sekarang, dalam Knowing, yang menurut Saya merupakan patokan seperti apa definisi sebuah fiksi ilmiah yang sebenarnya, kita dituntut menyadari dan melakukan riset “mengapa dan bagaimana” untuk semua aspek bahkan hal-hal trivial film ini. Dan itu membuat Knowing “seharusnya” juga menjadi topik utama diskusi film selama berminggu-minggu.
Saya melihat reaksi publik terhadap film ini. Film ini sudah dipastikan akan menguntungkan para produsernya mengingat biaya yang hanya US$ 50 juta. Lantas sebagian besar kritikus justru menghina film ini—hanya Roger Ebert dan sedikit sisanya saja yang memberikan jempol naik untuk film ini. Memang Saya cukup mengerti sebagian alasan mengapa mereka tidak suka Knowing. Apakah film ini underrated? Pasti. Banyak yang menghina bagian ending, logika dan Nicolas Cage dalam film ini. Untuk dua hal pertama, lebih baik tidak Saya bahas di sini—sebagai gantinya, Saya akan menulis artikel lain yang membedah film ini (dan akan ada banyak spoiler di sana), dan untuk Nicolas Cage, memang Saya akui akhir-akhir ini ia sering sekali memilih film yang dibenci kritikus (Ghost Rider, Bangkok Dangerous). Melihat formula film disaster dengan pahlawan seorang Nicolas Cage? Sudah punya anggapan buruk sebelumnya kan? Yang perlu diperhatikan di sini juga nama sutradara Alex Proyas. Dia boleh gagal dalam I, Robot, tapi cobalah juga untuk memperlebar sudut pandang kita melihat mahakaryanya, sebuah film fiksi ilmiah berjudul Dark City.
Saya terkejut mengetahui Knowing diputar cukup cepat di Indonesia. Knowing bukanlah film besar calon blockbuster. Itu film action disaster. Menghibur? Sangat. Untuk sebuah film thriller, Knowing justru sangatlah menegangkan seperti mesin pengebor jantung. Visual efek megah? Sudah lengkap. Sangat imajinatif walaupun dengan biaya relatif murah, tetapi apa yang Saya lihat di layar melebihi apa yang biasa Saya lihat di film-film pesta visual efek khas musim panas. Adegan yang membuat penonton sampai terbuai terbang ke angkasa? Tentu ada. Dan memang sangat memberi efek kejutan. Twist? Ada. Memang beresiko jika memiliki twist. Logika setiap penonton berjalan sendiri-sendiri. Tapi Saya bisa menangkap twist film ini. Itu hal yang wajib ada di setiap film komersil yang disertai kualitas. Sekarang, apa yang dimiliki Knowing tetapi tidak dimiliki film-film bagus lainnya adalah: makna dalam di balik ceritanya—yang bukan merupakan pesan moral. Tetapi suatu teori yang harus direnungkan, dipikirkan, dicari tahu, dan dibahas. Sebenarnya bisa saja Anda duduk, menonton, merasakan ketegangan, film selesai dan Anda menutup kasusnya—itu mungkin berakhir dengan Anda menghina balik film ini.
Knowing akan jauh lebih berarti jika kita memiliki keinginan, keingin tahuan dan kehausan untuk membedah film ini. Darimana Saya tahu hal itu—semua bagian film yang dipercaya merupakan alegori, bahkan menjadi parallel dengan Ezekiel? Saya percaya di beberapa bagian film ini, merupakan simbol-simbol yang disampaikan lewat adegan sampai property dan nama tokoh yang aneh. Saya merasakan aura itu—seperti aura yang dimiliki Pan’s Labyrinth. Kita bicarakan ini di tempat lain—pastinya setelah Anda sendiri menonton film ini.
Cerita dimulai tahun 1959—Saya membuat catatan di bagian awal-awal Knowing, film ini sedikit terlihat seperti film horror, didukung dengan set yang cukup depressing, darah, score yang membuat bulu kuduk berdiri dan sebuah misteri besar di dalamnya. Di sebuah SD di Massachusetts, semua siswa merayakan peresmian sekolahnya dengan membuat sebuah kapsul waktu yang akan diisi oleh kertas gambaran masa depan yang dibuat siswa-siswa sekolah itu. Dan kapsul itu disimpan selama lima puluh tahun lamanya.
Tahun 2009, waktunya membuka kapsul waktu yang sudah lama terkubur itu. Ketika anak-anak lainnya mendapat bermacam-macam gambar seperti gambar pesawat luar angkasa, seorang anak bernama Caleb (Chandler Carterbury) justru mendapat kertas yang penuh berisikan angka-angka. Kertas itu dulunya ditulis oleh siswi aneh bernama Lucinda (Lara Robinson). Ayah tunggal Caleb, seorang ilmuwan bernama John Koestler (Nicolas Cage), mulai terobsesi dengan angka-angka itu sejak ia mencoba-coba melakukan riset dan ternyata angka-angka itu adalah semacam petunjuk terhadap kejadian-kejadian yang terjadi selama lima puluh tahun belakangan.
John terseret dalam obsesi barunya ini sampai melibatkan anak dan cucu Lucinda, Diana (Rose Byrne) dan Abby (kembali diperankan Lara Robinson). Anda tidak akan melihat hal murahan seperti Diana yang menjadi love interest bagi John. Menemukan pria-pria berpakaian aneh seperti seorang pemuja setan, sampai harus mengakhiri rasa ingin tahunya terhadap angka-angka itu.
Satu hal menarik dalam tokoh John adalah, dia seorang ilmuwan astronomi yang memandang hal secara realistis dan logis. Rekan dosennya di MIT, Phil Beckman (Ben Mendelsohn), awalnya menganggap kalau John sudah dibuat gila dengan rasa penasarannya itu. Mengingat, John awalnya adalah pria yang mengatakan kalau segala sesuatu di dunia ini berlangsung begitu saja—tidak ada yang mengatur sebelumnya. “Shit just happens,” katanya di kelas. Cage memerankan tokoh John dengan baik. Dia bukan pahlawan jago tembak lagi di sini, dia merasakan keragu-raguan, kepanikan, kasih sayang, kecemasan bahkan ketakutan akan kematian.
Entah akan dicap cult classic atau ikut punah, Saya berpikir Knowing adalah sebuah film wajib tonton—salah satu film terbaik yang pernah Saya tonton. Dengan berbagai alasan subjektif dan alegori-alegori itu, film ini “seharusnya” masuk jajaran fiksi ilmiah klasik. Namun kalaupun Anda tidak setuju, Anda tidak sendirian—tetapi Saya sangat berharap agar orang-orang setidaknya mau membuat sebuah interpretasi daripada sekedar menikmati Knowing selayaknya film action disaster pop corn milik Roland Emmerich—baik Proyas dan Snowden menolak memberikan interpretasi mereka terhadap karya mereka ini. Karena walaupun akhirnya Anda mungkin tetap membenci film ini, paling tidak Anda bisa menghargainya.
Knowing mempertanyakan: apakah kejadian-kejadian di hidup sudah diatur sehingga bisa diramal sebelumnya? Apakah hal-hal berbau supranatural seperti Tuhan itu memang ada? Atau itu terjadi karena proses yang bisa dimasukkan ke dalam bidang pengetahuan? Bagaimana jika Anda sudah mengetahui apa yang akan terjadi dalam hidup ini selanjutnya? Apalagi jika yang Anda ketahui itu sebuah kejadian besar? Dan yang paling mendasar bagi para pembenci logika dalam Knowing: adakah makna tersembunyi atau simbol yang ingin disampaikan lewat ending yang sangat absurd dan tidak biasa itu? Itu pekerjaan rumah penonton Knowing. Saya rasa cukup sekian saja dulu pertemuan kita kali ini.
Tentunya tidak sedikit yang bisa kita bahas dalam Knowing. Teologi, agama, simbol-simbol adalah hal-hal yang perlu dibahas. Tentu saja Saya sendiri tidak akan bisa menemukan semuanya dalam waktu singkat dan menggunakan pikiran sendiri saja. Saya melakukan riset, mengeklik Google, bertanya-tanya kepada orang-orang (terutama jika sudah berkaitan dengan ajaran Kristen—karena Saya bukan pemeluk agama Kristen), membaca blog-blog dari kritikus film maupun penonton-penonton yang sudah membuat interpretasinya sendiri-sendiri. Karena itu, akan ada banyak spoiler. Diharapkan tidak melanjutkan membaca jika belum menontonnya sendiri.
Sering terdengar gosip, kalau sutradara Alex Proyas termasuk salah seorang penganut aliran scientology. Sedikit banyaknya, hal itu sangat tercermin dalam Knowing. Apakah kejadian-kejadian di hidup sudah diatur sehingga bisa diramal sebelumnya? Apakah hal-hal berbau supranatural seperti Tuhan itu memang ada? Atau itu terjadi karena proses yang bisa dimasukkan ke dalam bidang pengetahuan? Adakah makna tersembunyi atau simbol yang ingin disampaikan lewat ending yang sangat absurd dan tidak biasa itu?
Ilmuwan bernama John Koestler (Nicolas Cage) mengatakan kalau semua terjadi begitu saja. Ia sedang membersihkan rumah dan di waktu yang bersamaan, istrinya terjebak dalam sebuah kebakaran—dan John tidak merasakan itu. Bahkan di saat orang yang kita sayang sedang menghadapi kematiannya, kita tidak bisa merasakannya—jelas John tidak memiliki kemampuan The Shining milik Stephen King itu. Atau apakah The Shining itu memang ada?
Tahun 1959, di sebuah SD, siswi aneh bernama Lucinda (Lara Robinson) menuliskan sederet angka-angka yang akan dimasukkan ke dalam kapsul waktu yang akan dibuka lima puluh tahun mendatang. Ternyata angka-angka itu merupakan sebuah ramalan terhadap kejadian-kejadian besar yang terjadi selama lima puluh tahun ke depan. Ramalan terakhir terjadi tahun 2009. Apa itu berarti Lucinda hanya menerawang sampai tahun 2009? Atau memang tidak ada lagi yang bisa diramalkan sejak tahun 2009? Itu adalah hari kiamat bumi. Dan bagaimana Lucinda bisa mengetahuinya? Karena dia memiliki kekuatan mistis?
Tepat pada perayaan lima puluh tahun SD tersebut, anak John, Caleb (Chandler Carterbury), mendapatkan kertas berisikan angka-angka itu ketika teman-temannya mendapat kertas ramalan berupa kendaraan luar angkasa. Dan dia sudah seperti ditakdirkan menerima kertas itu. Karena John akan mengambilnya dan meneliti pola dalam angka-angka itu—dengan kata lain, sudah ditakdirkan (atau “direncanakan”?) jauh sebelumnya.
Kekakuan John itu mulai pudar ketika menemukan penggalan angka 9112001 dalam kertas. 9-11-2001 hari dimana anak-anak Al Qaeda meng-hijack pesawat dan menabrakkannya ke gedung kembar WTC. Dan selanjutnya terdapat angka 2996 yang menunjukkan jumlah korban yang tewas dalam kejadian itu. Untuk nomor-nomor selanjutnya, sepanjang hari John selalu googling dan ramalan itu sangat akurat menunjukkan tanggal dan jumlah korban banyak kecelakaan besar akhir-akhir ini.
John mulai melaporkan keanehan ini ke rekan dosen di MIT, Phil Beckman (Ben Mendelsohn). Phil menyarankan agar John melupakan obsesi barunya terhadap angka-angka itu—ia menganggap John mulai gila. Di sini, John mulai mempertanyakan, apakah sesuatu itu benar terjadi begitu saja seperti yang ia percayai selama ini? Atau memang sudah ditakdirkan untuk terjadi? John pasti mencari tahu soal ini. Terutama ketika ramalan menunjukkan akan ada kecelakaan dengan jumlah korban yang cukup besar dalam waktu dekat.
Di hari pertama ia membuktikan itu—dan dia memang sudah ditakdirkan agar bisa percaya, John menemukan angka-angka yang jelas bukan merupakan tanggal atau sebagainya. Terjebak di kemacetan lalu lintas, dalam GPS ia melihat angka-angka yang belum terpecahkan itu sebagai koordinat bujur dan lintangnya. Lantas, ada sebuah adegan kecelakaan pesawat yang pasti membuat siapapun yang menontonnya tercengang—termasuk Saya sendiri.
Di hari di mana akan terjadi sebuah kecelakaan besar lagi, John justru berusaha melawan takdir itu dengan mencegah sebuah kecelakaan. Ia pergi ke sebuah stasiun kereta api bawah tanah mencari orang yang dicurigakan membawa bom. Berhasil menangkap pria itu, justru sebuah kecelakaan kereta api yang terjadi. Knowing memang menunjukkan bahwa sesuatu sudah menjadi garis tangan kita—tidak akan bisa diubah. Harus dihadapi.
Bagaimana saat kita mengetahui bahwa dunia akan kiamat? Sesuai bidangnya, John segera meneliti bahwa akan terjadi sebuah ledakan matahari mahadashyat big bang yang akan membumihanguskan bumi kita ini sehingga tak akan ada satupun organisme tersisa di bumi ini. Kali itu, John sudah bersama Caleb serta mengajak Diana (Rose Byrne) dan Abby (Lara Robinson) yang merupakan anak dan cucu Lucinda. Dia tahu kalau mereka takkan selamat, tetapi John masih mencari cara terbaik bagaimana bisa melindungi anak-anak itu dari kiamat. Terdengar aneh? Itulah sebuah insting kasih sayang itu—dan sebenarnya memang John takut akan kematian.
Di sebuah adegan, diperlihatkan Caleb kesurupan seperti Lucinda dan ikut-ikutan menulis angka-angka itu di sebuah kertas. Kita tidak pernah tahu dengan jelas angka-angka berapa saja yang ia tulis—dan memang tidak ada tujuan mengapa kita harus tahu dan alasan mengapa harus diberi tahu.
Selama ini, mereka berempat dihantui oleh pria-pria berkerudung yang selalu berbisik kepada Caleb dan Abby di tengah malam. Di jam-jam terakhir akhir dunia, Caleb dan Abby diundang para pria-pria berkerudung itu untuk menaiki “pesawat luar angkasa” milik mereka. Akhirnya pria-pria misterius itu menunjukkan wujud aslinya—berbentuk manusia, tetapi bersinar, mengkilap seperti Klaatu dalam The Day The Earth Stood Still baru.
Apakah mereka alien atau malaikat? Itu pertanyaan yang paling sering ditanyakan. Mereka tidak punya sayap—tetapi punya pesawat luar angkasa. Ada yang mengatakan bahwa mereka sebenarnya mempunyai sayap—tetapi itu benar luput dari pandangan Saya. Entahlah. Saya menurut Saya, mereka adalah malaikat dalam versi baru. Dikaitkan dengan pengetahuan dan masa kini—dan untuk terhindar dari pengaruh mistis, Saya pikir Proyas menggunakan sosok alien sebagai malaikat penyelamat dalam film ini.
Hal yang kemudian dipertanyakan: mengapa hanya dua Caleb dan Abby? Mengapa John tidak boleh ikut? Padahal John orang baik yang berjuang untuk anaknya. Saya bertanya tentang ini kepada seseorang dan ia mengatakan bahwa menurut ajaran Kristen “hanya sedikit yang terpilih,” Satu hal yang baru Saya ketahui.
Dan film berakhir dengan Caleb dan Abby berada di sebuah padang rumput lengkap dengan satu pohon besar. Mereka menjadi Adam dan Hawa yang baru? Ya. Saya juga mendengar kalau Proyas adalah penganut New Age alias percaya bahwa kiamat bukan berarti akhir dari segalanya. Akan ada sebuah kehidupan baru sebagai siklus. Itu mengapa Caleb juga membuat ramalannya tersendiri. Dan masalah Adam dan Hawa ini…terlihat tidak hanya satu UFO yang berangkat. Tetapi jumlahnya cukup banyak. Saya yakin itu sepenuhnya adalah tentang hari kiamat di tahun 2012 menurut kalender suku Maya kuno. Caleb beserta anak-anak lainnya adalah anak-anak indigo (tingkat tertinggi evolusi manusia memiliki kemampuan membaca pikiran, melihat masa depan, dan memiliki nilai kreativitas dan pemikiran lebih dari yang manusia atau anak-anak pada umumnya).
Bagaimanapun juga alien dalam film ini sudah mengetahui hari kiamat sebelum tahun 1959. Karena itu ia meminjam tubuh Lucinda untuk menuliskan sebuah ramalan untuk lima puluh tahun ke depan. Jika beanr begitu, alien pasti sudah memiliki kekuatan seperti Tuhan. Jadi siapa yang menyelamatkan kita? Mereka yang “tidak terlihat” yang berada di alam di atas alam manusia? Atau yang “belum terlihat” yang tinggal di luar planet kita? Teori alien dan Ketuhanan adalah hal yang bertentangan. Dan Proyas menggabungkannya menjadi satu. Semua orang bisa mengira bahwa Proyas penganut scientology. Hal-hal berbau supernatural dijelaskan secara ilmiah dalam Knowing.
Hal-hal di atas adalah hal berat yang tidak mungkin menemukan akhir penyelsaian jika diperdebatkan—kecuali manusia bisa melihat kehidupan masa lalu atau fenomena alien sudah terungkap jelas. Knowing juga bisa dibilang secara tidak langsung menyinggung masalah pemanasan global. Bukan persuasif. Hanya menunjukkan bagaimana jika bumi kiamat terkena letusan big bang matahari. Knowing memang bukan film untuk diambil pesan moralnya apalagi persuasif. Knowing hanya memebrikan kita beberapa topik untuk direnungkan saja.
Saya melihat reaksi publik terhadap film ini. Film ini sudah dipastikan akan menguntungkan para produsernya mengingat biaya yang hanya US$ 50 juta. Lantas sebagian besar kritikus justru menghina film ini—hanya Roger Ebert dan sedikit sisanya saja yang memberikan jempol naik untuk film ini. Memang Saya cukup mengerti sebagian alasan mengapa mereka tidak suka Knowing. Apakah film ini underrated? Pasti. Banyak yang menghina bagian ending, logika dan Nicolas Cage dalam film ini. Untuk dua hal pertama, lebih baik tidak Saya bahas di sini—sebagai gantinya, Saya akan menulis artikel lain yang membedah film ini (dan akan ada banyak spoiler di sana), dan untuk Nicolas Cage, memang Saya akui akhir-akhir ini ia sering sekali memilih film yang dibenci kritikus (Ghost Rider, Bangkok Dangerous). Melihat formula film disaster dengan pahlawan seorang Nicolas Cage? Sudah punya anggapan buruk sebelumnya kan? Yang perlu diperhatikan di sini juga nama sutradara Alex Proyas. Dia boleh gagal dalam I, Robot, tapi cobalah juga untuk memperlebar sudut pandang kita melihat mahakaryanya, sebuah film fiksi ilmiah berjudul Dark City.
Saya terkejut mengetahui Knowing diputar cukup cepat di Indonesia. Knowing bukanlah film besar calon blockbuster. Itu film action disaster. Menghibur? Sangat. Untuk sebuah film thriller, Knowing justru sangatlah menegangkan seperti mesin pengebor jantung. Visual efek megah? Sudah lengkap. Sangat imajinatif walaupun dengan biaya relatif murah, tetapi apa yang Saya lihat di layar melebihi apa yang biasa Saya lihat di film-film pesta visual efek khas musim panas. Adegan yang membuat penonton sampai terbuai terbang ke angkasa? Tentu ada. Dan memang sangat memberi efek kejutan. Twist? Ada. Memang beresiko jika memiliki twist. Logika setiap penonton berjalan sendiri-sendiri. Tapi Saya bisa menangkap twist film ini. Itu hal yang wajib ada di setiap film komersil yang disertai kualitas. Sekarang, apa yang dimiliki Knowing tetapi tidak dimiliki film-film bagus lainnya adalah: makna dalam di balik ceritanya—yang bukan merupakan pesan moral. Tetapi suatu teori yang harus direnungkan, dipikirkan, dicari tahu, dan dibahas. Sebenarnya bisa saja Anda duduk, menonton, merasakan ketegangan, film selesai dan Anda menutup kasusnya—itu mungkin berakhir dengan Anda menghina balik film ini.
Knowing akan jauh lebih berarti jika kita memiliki keinginan, keingin tahuan dan kehausan untuk membedah film ini. Darimana Saya tahu hal itu—semua bagian film yang dipercaya merupakan alegori, bahkan menjadi parallel dengan Ezekiel? Saya percaya di beberapa bagian film ini, merupakan simbol-simbol yang disampaikan lewat adegan sampai property dan nama tokoh yang aneh. Saya merasakan aura itu—seperti aura yang dimiliki Pan’s Labyrinth. Kita bicarakan ini di tempat lain—pastinya setelah Anda sendiri menonton film ini.
Cerita dimulai tahun 1959—Saya membuat catatan di bagian awal-awal Knowing, film ini sedikit terlihat seperti film horror, didukung dengan set yang cukup depressing, darah, score yang membuat bulu kuduk berdiri dan sebuah misteri besar di dalamnya. Di sebuah SD di Massachusetts, semua siswa merayakan peresmian sekolahnya dengan membuat sebuah kapsul waktu yang akan diisi oleh kertas gambaran masa depan yang dibuat siswa-siswa sekolah itu. Dan kapsul itu disimpan selama lima puluh tahun lamanya.
Tahun 2009, waktunya membuka kapsul waktu yang sudah lama terkubur itu. Ketika anak-anak lainnya mendapat bermacam-macam gambar seperti gambar pesawat luar angkasa, seorang anak bernama Caleb (Chandler Carterbury) justru mendapat kertas yang penuh berisikan angka-angka. Kertas itu dulunya ditulis oleh siswi aneh bernama Lucinda (Lara Robinson). Ayah tunggal Caleb, seorang ilmuwan bernama John Koestler (Nicolas Cage), mulai terobsesi dengan angka-angka itu sejak ia mencoba-coba melakukan riset dan ternyata angka-angka itu adalah semacam petunjuk terhadap kejadian-kejadian yang terjadi selama lima puluh tahun belakangan.
John terseret dalam obsesi barunya ini sampai melibatkan anak dan cucu Lucinda, Diana (Rose Byrne) dan Abby (kembali diperankan Lara Robinson). Anda tidak akan melihat hal murahan seperti Diana yang menjadi love interest bagi John. Menemukan pria-pria berpakaian aneh seperti seorang pemuja setan, sampai harus mengakhiri rasa ingin tahunya terhadap angka-angka itu.
Satu hal menarik dalam tokoh John adalah, dia seorang ilmuwan astronomi yang memandang hal secara realistis dan logis. Rekan dosennya di MIT, Phil Beckman (Ben Mendelsohn), awalnya menganggap kalau John sudah dibuat gila dengan rasa penasarannya itu. Mengingat, John awalnya adalah pria yang mengatakan kalau segala sesuatu di dunia ini berlangsung begitu saja—tidak ada yang mengatur sebelumnya. “Shit just happens,” katanya di kelas. Cage memerankan tokoh John dengan baik. Dia bukan pahlawan jago tembak lagi di sini, dia merasakan keragu-raguan, kepanikan, kasih sayang, kecemasan bahkan ketakutan akan kematian.
Entah akan dicap cult classic atau ikut punah, Saya berpikir Knowing adalah sebuah film wajib tonton—salah satu film terbaik yang pernah Saya tonton. Dengan berbagai alasan subjektif dan alegori-alegori itu, film ini “seharusnya” masuk jajaran fiksi ilmiah klasik. Namun kalaupun Anda tidak setuju, Anda tidak sendirian—tetapi Saya sangat berharap agar orang-orang setidaknya mau membuat sebuah interpretasi daripada sekedar menikmati Knowing selayaknya film action disaster pop corn milik Roland Emmerich—baik Proyas dan Snowden menolak memberikan interpretasi mereka terhadap karya mereka ini. Karena walaupun akhirnya Anda mungkin tetap membenci film ini, paling tidak Anda bisa menghargainya.
Knowing mempertanyakan: apakah kejadian-kejadian di hidup sudah diatur sehingga bisa diramal sebelumnya? Apakah hal-hal berbau supranatural seperti Tuhan itu memang ada? Atau itu terjadi karena proses yang bisa dimasukkan ke dalam bidang pengetahuan? Bagaimana jika Anda sudah mengetahui apa yang akan terjadi dalam hidup ini selanjutnya? Apalagi jika yang Anda ketahui itu sebuah kejadian besar? Dan yang paling mendasar bagi para pembenci logika dalam Knowing: adakah makna tersembunyi atau simbol yang ingin disampaikan lewat ending yang sangat absurd dan tidak biasa itu? Itu pekerjaan rumah penonton Knowing. Saya rasa cukup sekian saja dulu pertemuan kita kali ini.
Teori dalam Knowing
Knowing adalah salah satu film terbaik yang pernah Saya tonton—yang menurut Saya merupakan patokan seperti apa definisi sebuah fiksi ilmiah yang sebenarnya, kita dituntut menyadari dan melakukan riset “mengapa dan bagaimana” untuk semua aspek bahkan hal-hal trivial film ini. Dan itu membuat Knowing “seharusnya” juga menjadi topik utama diskusi film selama berminggu-minggu.Tentunya tidak sedikit yang bisa kita bahas dalam Knowing. Teologi, agama, simbol-simbol adalah hal-hal yang perlu dibahas. Tentu saja Saya sendiri tidak akan bisa menemukan semuanya dalam waktu singkat dan menggunakan pikiran sendiri saja. Saya melakukan riset, mengeklik Google, bertanya-tanya kepada orang-orang (terutama jika sudah berkaitan dengan ajaran Kristen—karena Saya bukan pemeluk agama Kristen), membaca blog-blog dari kritikus film maupun penonton-penonton yang sudah membuat interpretasinya sendiri-sendiri. Karena itu, akan ada banyak spoiler. Diharapkan tidak melanjutkan membaca jika belum menontonnya sendiri.
Sering terdengar gosip, kalau sutradara Alex Proyas termasuk salah seorang penganut aliran scientology. Sedikit banyaknya, hal itu sangat tercermin dalam Knowing. Apakah kejadian-kejadian di hidup sudah diatur sehingga bisa diramal sebelumnya? Apakah hal-hal berbau supranatural seperti Tuhan itu memang ada? Atau itu terjadi karena proses yang bisa dimasukkan ke dalam bidang pengetahuan? Adakah makna tersembunyi atau simbol yang ingin disampaikan lewat ending yang sangat absurd dan tidak biasa itu?
Ilmuwan bernama John Koestler (Nicolas Cage) mengatakan kalau semua terjadi begitu saja. Ia sedang membersihkan rumah dan di waktu yang bersamaan, istrinya terjebak dalam sebuah kebakaran—dan John tidak merasakan itu. Bahkan di saat orang yang kita sayang sedang menghadapi kematiannya, kita tidak bisa merasakannya—jelas John tidak memiliki kemampuan The Shining milik Stephen King itu. Atau apakah The Shining itu memang ada?
Tahun 1959, di sebuah SD, siswi aneh bernama Lucinda (Lara Robinson) menuliskan sederet angka-angka yang akan dimasukkan ke dalam kapsul waktu yang akan dibuka lima puluh tahun mendatang. Ternyata angka-angka itu merupakan sebuah ramalan terhadap kejadian-kejadian besar yang terjadi selama lima puluh tahun ke depan. Ramalan terakhir terjadi tahun 2009. Apa itu berarti Lucinda hanya menerawang sampai tahun 2009? Atau memang tidak ada lagi yang bisa diramalkan sejak tahun 2009? Itu adalah hari kiamat bumi. Dan bagaimana Lucinda bisa mengetahuinya? Karena dia memiliki kekuatan mistis?
Tepat pada perayaan lima puluh tahun SD tersebut, anak John, Caleb (Chandler Carterbury), mendapatkan kertas berisikan angka-angka itu ketika teman-temannya mendapat kertas ramalan berupa kendaraan luar angkasa. Dan dia sudah seperti ditakdirkan menerima kertas itu. Karena John akan mengambilnya dan meneliti pola dalam angka-angka itu—dengan kata lain, sudah ditakdirkan (atau “direncanakan”?) jauh sebelumnya.
Kekakuan John itu mulai pudar ketika menemukan penggalan angka 9112001 dalam kertas. 9-11-2001 hari dimana anak-anak Al Qaeda meng-hijack pesawat dan menabrakkannya ke gedung kembar WTC. Dan selanjutnya terdapat angka 2996 yang menunjukkan jumlah korban yang tewas dalam kejadian itu. Untuk nomor-nomor selanjutnya, sepanjang hari John selalu googling dan ramalan itu sangat akurat menunjukkan tanggal dan jumlah korban banyak kecelakaan besar akhir-akhir ini.
John mulai melaporkan keanehan ini ke rekan dosen di MIT, Phil Beckman (Ben Mendelsohn). Phil menyarankan agar John melupakan obsesi barunya terhadap angka-angka itu—ia menganggap John mulai gila. Di sini, John mulai mempertanyakan, apakah sesuatu itu benar terjadi begitu saja seperti yang ia percayai selama ini? Atau memang sudah ditakdirkan untuk terjadi? John pasti mencari tahu soal ini. Terutama ketika ramalan menunjukkan akan ada kecelakaan dengan jumlah korban yang cukup besar dalam waktu dekat.
Di hari pertama ia membuktikan itu—dan dia memang sudah ditakdirkan agar bisa percaya, John menemukan angka-angka yang jelas bukan merupakan tanggal atau sebagainya. Terjebak di kemacetan lalu lintas, dalam GPS ia melihat angka-angka yang belum terpecahkan itu sebagai koordinat bujur dan lintangnya. Lantas, ada sebuah adegan kecelakaan pesawat yang pasti membuat siapapun yang menontonnya tercengang—termasuk Saya sendiri.
Di hari di mana akan terjadi sebuah kecelakaan besar lagi, John justru berusaha melawan takdir itu dengan mencegah sebuah kecelakaan. Ia pergi ke sebuah stasiun kereta api bawah tanah mencari orang yang dicurigakan membawa bom. Berhasil menangkap pria itu, justru sebuah kecelakaan kereta api yang terjadi. Knowing memang menunjukkan bahwa sesuatu sudah menjadi garis tangan kita—tidak akan bisa diubah. Harus dihadapi.
Bagaimana saat kita mengetahui bahwa dunia akan kiamat? Sesuai bidangnya, John segera meneliti bahwa akan terjadi sebuah ledakan matahari mahadashyat big bang yang akan membumihanguskan bumi kita ini sehingga tak akan ada satupun organisme tersisa di bumi ini. Kali itu, John sudah bersama Caleb serta mengajak Diana (Rose Byrne) dan Abby (Lara Robinson) yang merupakan anak dan cucu Lucinda. Dia tahu kalau mereka takkan selamat, tetapi John masih mencari cara terbaik bagaimana bisa melindungi anak-anak itu dari kiamat. Terdengar aneh? Itulah sebuah insting kasih sayang itu—dan sebenarnya memang John takut akan kematian.
Di sebuah adegan, diperlihatkan Caleb kesurupan seperti Lucinda dan ikut-ikutan menulis angka-angka itu di sebuah kertas. Kita tidak pernah tahu dengan jelas angka-angka berapa saja yang ia tulis—dan memang tidak ada tujuan mengapa kita harus tahu dan alasan mengapa harus diberi tahu.
Selama ini, mereka berempat dihantui oleh pria-pria berkerudung yang selalu berbisik kepada Caleb dan Abby di tengah malam. Di jam-jam terakhir akhir dunia, Caleb dan Abby diundang para pria-pria berkerudung itu untuk menaiki “pesawat luar angkasa” milik mereka. Akhirnya pria-pria misterius itu menunjukkan wujud aslinya—berbentuk manusia, tetapi bersinar, mengkilap seperti Klaatu dalam The Day The Earth Stood Still baru.
Apakah mereka alien atau malaikat? Itu pertanyaan yang paling sering ditanyakan. Mereka tidak punya sayap—tetapi punya pesawat luar angkasa. Ada yang mengatakan bahwa mereka sebenarnya mempunyai sayap—tetapi itu benar luput dari pandangan Saya. Entahlah. Saya menurut Saya, mereka adalah malaikat dalam versi baru. Dikaitkan dengan pengetahuan dan masa kini—dan untuk terhindar dari pengaruh mistis, Saya pikir Proyas menggunakan sosok alien sebagai malaikat penyelamat dalam film ini.
Hal yang kemudian dipertanyakan: mengapa hanya dua Caleb dan Abby? Mengapa John tidak boleh ikut? Padahal John orang baik yang berjuang untuk anaknya. Saya bertanya tentang ini kepada seseorang dan ia mengatakan bahwa menurut ajaran Kristen “hanya sedikit yang terpilih,” Satu hal yang baru Saya ketahui.
Dan film berakhir dengan Caleb dan Abby berada di sebuah padang rumput lengkap dengan satu pohon besar. Mereka menjadi Adam dan Hawa yang baru? Ya. Saya juga mendengar kalau Proyas adalah penganut New Age alias percaya bahwa kiamat bukan berarti akhir dari segalanya. Akan ada sebuah kehidupan baru sebagai siklus. Itu mengapa Caleb juga membuat ramalannya tersendiri. Dan masalah Adam dan Hawa ini…terlihat tidak hanya satu UFO yang berangkat. Tetapi jumlahnya cukup banyak. Saya yakin itu sepenuhnya adalah tentang hari kiamat di tahun 2012 menurut kalender suku Maya kuno. Caleb beserta anak-anak lainnya adalah anak-anak indigo (tingkat tertinggi evolusi manusia memiliki kemampuan membaca pikiran, melihat masa depan, dan memiliki nilai kreativitas dan pemikiran lebih dari yang manusia atau anak-anak pada umumnya).
Bagaimanapun juga alien dalam film ini sudah mengetahui hari kiamat sebelum tahun 1959. Karena itu ia meminjam tubuh Lucinda untuk menuliskan sebuah ramalan untuk lima puluh tahun ke depan. Jika beanr begitu, alien pasti sudah memiliki kekuatan seperti Tuhan. Jadi siapa yang menyelamatkan kita? Mereka yang “tidak terlihat” yang berada di alam di atas alam manusia? Atau yang “belum terlihat” yang tinggal di luar planet kita? Teori alien dan Ketuhanan adalah hal yang bertentangan. Dan Proyas menggabungkannya menjadi satu. Semua orang bisa mengira bahwa Proyas penganut scientology. Hal-hal berbau supernatural dijelaskan secara ilmiah dalam Knowing.
Hal-hal di atas adalah hal berat yang tidak mungkin menemukan akhir penyelsaian jika diperdebatkan—kecuali manusia bisa melihat kehidupan masa lalu atau fenomena alien sudah terungkap jelas. Knowing juga bisa dibilang secara tidak langsung menyinggung masalah pemanasan global. Bukan persuasif. Hanya menunjukkan bagaimana jika bumi kiamat terkena letusan big bang matahari. Knowing memang bukan film untuk diambil pesan moralnya apalagi persuasif. Knowing hanya memebrikan kita beberapa topik untuk direnungkan saja.
Langganan:
Postingan (Atom)